Selasa, 27 Maret 2012

Hak Waris Janda dan Anak Menurut Hukum Hindu

Studi Kasus :

Seorang anak tunggal laki-laki. mempunyai Ayah beragama Hindu, sedangkan si Ibu dulunya muslim namun sejak menikah dengan si ayah, Ibunya masuk agama Hindu. Oleh karenanya sejak lahir si anak tersebut otomatis beragamaHindu.
Satu tahun yang lalu sang Ayah meninggal dunia, dan meninggalkan harta peninggalan berupa 2 buah rumah sebagai warisannya di salah satu kota di Jawa Barat
 Tiga Bulan lalu si anak laki-laki tersebut memutuskan menjadi seorang Muallaf/muslim.
Si  Ibu kemudian berencana menjual salah satu rumah warisan almarhum ayah  Pertanyaannya adalah :
1.   Apakah anak laki-laki tersebut masih berhak mendapat warisan dari penjualan rumah ayahnya?
2.    Jika ya, berapa persen pembagiannya untuk si Ibu (Hindu) dan berapa persen untuk si anak laki-laki tersebut (Islam/muallaf 3 bulan lalu
Uraian :

1.       Dari kronologis cerita di atas dapat dicermati beberapa hal yaitu :

Bahwa si ayah beragama Hindu meninggal setahun yang lalu, dan anak laki-laki tersebut berpindah dari agama Hindu ke agama Islam baru tiga bulan yang lalu.
Dari penjelasan tersebut, menurut hemat kami, anak laki-laki tersebut merupakan ahli waris dari mendiang ayahnya. Karena pada saat si ayah meninggal, anak laki-laki tersebut masih beragama Hindu.

Berdasarkan hukum agama Hindu, menurut Mertamupu Putra Songan, yang menjadi ahli waris menurut Hukum Hindu adalah anggota keluarga pewaris, terutama anak-anak dari pewaris. Dalam Hukum Waris Hindu yang utama menjadi ahli waris adalah anak lelaki, anak perempuan (seperempat) dan anak perempuan yang diangkat statusnya sebagai Purusa atau berstatus laki-laki (sama dengan bagian ahli waris lelaki).
Memang menurut hukum Hindu, anak laki-laki yang keluar dari agama Hindu tidak berhak mewaris. Tapi, hal ini berlaku dalam hal si anak keluar dari agama Hindu saat pewaris masih hidup. Sedangkan dalam kasus ini saat si ayah anak laki-laki tersebut (pewaris) meninggal, anak laki-laki tersebut masih memeluk agama Hindu. Jadi, menurut hemat kami, anak laki-laki tersebut masih termasuk ahli waris mendiang ayahnya.

2.  Mengenai si ibu, secara umum dapat disampaikan bahwa menurut hukum agama Hindu, dalam perkawinan biasa, istri/janda pewaris tidak mewaris dari suaminya yang meninggal, karena janda bukan termasuk ahli waris menurut hukum agama Hindu. Janda hanya mempunyai hak untuk menikmati harta peninggalan suaminya.
Menurut I Ketut Sudantra, dosen Hukum Adat pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, dalam artikel berjudul Pembaharuan Hukum Adat Bali Mengenai Pewarisan Angin Segar Bagi Perempuan, hukum adat Bali yang bersistem kekeluargaan kapurusa (patrilineal) menempatkan anak laki-laki sebagai ahli waris dalam keluarga, sementara perempuan hanya mempunyai hak untuk menikmati harta peninggalan orang tua atau harta peninggalan suami (sumber: Balisruti, Suara Millenium Development Goals.(MDGs), Edisi No. 1 Januari-Maret 2011).

Hal yang sama juga ditegaskan oleh pakar hukum adat FH Unud Prof. Dr. Wayan P. Windia, S.H., M.Si. Sebagaimana kami kutip dari artikel balipost.co.id berjudul Wanita Bali Multifungsi Tetap Dipinggirkan (24/02), Prof. P. Windia menyatakan antara lain bahwa:
…jika mengacu Pasuara 1900 dan awig-awig desa pakraman, wanita Bali tak berhak atas warisan, hanya menikmati, itu pun secara terbatas. Ada syaratnya, selama mereka belum kawin ke luar dan bagi janda bersikap sesuai dharmaning janda. Ini menyebabkan wanita Bali masih banyak dipinggirkan.

“Ia menegaskan sebelum 2010 wanita Bali-Hindu hanya berhak menikmati harta warisan secara terbatas. Sesudah 2010 wanita Bali berhak atas warisan berdasarkan Keputusan Pesamuan Agung III MUDP Bali No. 01/Kep/PSM-3MDP Bali/X/2010, 15 Oktober 2010. Di SK ini, wanita Bali menerima setengah dari hak waris purusa setelah dipotong 1/3 untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian. Hanya jika kaum wanita Bali yang pindah ke agama lain, mereka tak berhak atas hak waris. Jika orangtuanya ikhlas, tetap terbuka dengan memberikan jiwa dana atau bekal sukarela.
Jadi, dari uraian di atas, menurut hukum agama Hindu, si ibu tersebut bukanlah ahli waris dari mendiang si ayah. Dari penelusuran kami, hukum ini dilaksanakan secara ketat oleh masyarakat Hindu di wilayah Bali.

 Namun, jika peristiwa hukum pewarisan ini terjadi di luar wilayah Bali, maka bias jadi si ibu dan anak laki-laki tersebut menundukkan diri pada KUH Perdata.
Berdasarkan KUHPerdata, si ibu atau istri dari pewaris bersama-sama anak laki-laki tersebut, merupakan ahli waris. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 832 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa:

“Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama...”
Untuk bagian dari si ibu dan anak laki-laki tersebut adalah sebagai berikut:
1.   Jika tidak terdapat perjanjian perkawinan antara si ibu dan mendiang si ayah, maka pembagiannya adalah:
a.    ½ dari harta perkawinan/harta bersama (berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan); dan
b.    ½ x jumlah ahli waris = ½ x ½ = ¼ (berdasarkan Pasal 852a ayat (1) KUHPerdata).
Jadi, total bagian si ibu adalah ¾ bagian.
Sedangkan, bagian waris anak laki-laki tersebut adalah ½ x jumlah ahli waris = ½ x ½ = ¼ (berdasarkan Pasal 852 KUHPerdata)

2.   Jika ada perjanjian perkawinan, maka bagian waris si ibu hanyalah ¼ bagian.

Demikian yang kami ketahui, semoga bermanfaat.



By Amrie Hakim  

1 komentar:

  1. nice share. nice post. semoga bermanfaat bagi

    kita semua :)
    keep update!
    mobil amerika

    BalasHapus

Komentar anda sangat bermanfaat untuk blog kami dan juga pengunjung blog ini

RECENT COMMENTS