Kamis, 26 Agustus 2010

TINDAK PIDANA TERHADAP KEHORMATAN DAN NAMA BAIK

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa tindak pidana terhadap kehormatan dan nama baik ini dibagi menjadi 6 macam yaitu :
1. Menista secara lisan (smaad) Pasal 310 ayat (1) KUHPidana ;
2. Menista secara tertulis (smaadschrift) Pasal 310 ayat (2) KUHPidana ;
3. Memfitnah (laster) Pasal 311 ayat (1) KUHPidana ;
4. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging) Pasal 315 KUHPidana ;
5. Mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht) Pasal 317 ayat (1) KUHPidana ;
6. Tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking) Pasal 318 ayat (1) KUHPidana ;

1. MENISTA SECARA LISAN (SMAAD) :
Menista (smaad) dalam Pasal 310 ayat (1) KUHPidana disebutkan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja merusak kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“
Dari rumusan Pasal 310 ayat (1) KUHPidana tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut :
a) Dengan sengaja :
Di dalam ilmu pengetahuan sebagai suatu doktrin maka kata “sengaja” dikatagorikan sebagai unsur yang “subyektif” yaitu ditujukan pada “suatu perbuatan”, halmana “pelaku” mengetahui perbuatannya, “pelaku” menyadari bahwa pengucapan kata-katanya itu mengandung pelanggaran terhadap kehormatan atau nama baik orang lain.
b) Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain :
Yang dimaksud dengan kata “menyerang” adalah dalam arti “melanggar”, sedangkan kata “nama baik” yang dimaksud adalah sutau bentuk kehormatan yang diberikan oleh masyarakat umum kepada seseorang baik karena perbuatannya atau kedudukannya.
c) Menuduh melakukan sesuatu perbuatan tertentu :
Yang dimaksud dengan kata “perbuatan tertentu” adalah bahwa “perbuatan yang dituduhkan” tersebut oleh “pelaku” dinyatakan dengan jelas, baik mengenai tempat maupun waktunya, misalnya : “si A telah mencuri uang di rumah si B pada hari minggu kemarin”.
Namun jika tidak jelas disebutkan waktu dan tempat perbuatan tersebut maka perbuatan pelaku tersebut dapat dikatagorikan sebagai penghinaan biasa (ringan)
d) Dengan maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum :
Pada unsur ini, penerapannya memerlukan adanya suatu kecermatan dan ketelitian karena harus dapat dibuktikan “maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum”, misalnya : diberitakan kepada si A di hadapan umum, dengan suara yang dapat didengar oleh orang lainnya”.

2. MENISTA SECARA TERTULIS (SMAADSCHRIFT) :
Menista secara tertulis (smaadschrift) diatur di dalam Pasal 310 ayat (2) KUHPidana, yaitu menyebutkan bahwa “Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-“
Dari rumusan Pasal 310 ayat (2) KUHPidana tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut :
a) Disiarkan :
Pengertian “disiarkan” dapat diterjemahkan dengan “disebarkan” yang artinya bahwa “tulisan” atau “gambar” tersebut ada lebih dari satu lembar
b) Dipertunjukkan atau ditempelkan :
Adalah dengan pengertian agar dapat dibaca atau dilihat oleh orang lain

3. MEMFITNAH (LASTER) :
Memfitnah (laster) diatur dalam Pasal 311 ayat (1) KUHPidana, yaitu menyebutkan bahwa “Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diijinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”.
Dari rumusan Pasal 311 ayat (1) KUHPidana tersebut di atas maka yang perlu digarisbawahi adalah makna “diijinkan untuk membuktikan tuduhannya” dan “tidak dapat membuktikan tuduhannya” :
Penerapan Pasal 311 KUHPidana ini diatur dalam Pasal 312 KUHPidana disebutkan bahwa “Membuktikan kebenaran tuduhan itu hanya diijinkan dalam hal :
1e. Kalau hakim menganggap perlu akan memeriksa kebenaran itu, supaya dapat menimbang perkataan siterdakwa, bahwa ia telah melakukan perbuatan itu untuk kepentingan umum atau karena untuk mempertahankan dirinya sendiri ;
2e. Kalau seorang pegawai negeri yang dituduh melakukan perbuatan dalam menjalankan pekerjaannya (jabatannya) ;
Selain itu Penerapan Pasal 311 KUHPidana ini juga diatur di dalam Pasal 314 KUHPidana yang menyebutkan sebagai berikut :
(1) Kalau orang yang dihinakan, dengan keputusan hakim yang sudah tetap, telah dipersalahkan melakukan perbuatan yang dituduhkan itu, maka tidak boleh dijatuhkan hukuman karena memfitnah ;
(2) Kalau ia, dengan keputusan hakim yang sudah tetap, telah dibebaskan dari perbuatan yang dituduhkan, maka keputusan hakim itu dipandang menjadi bukti yang cukup terang akan menolak kebenaran tuduhan itu ;
(3) Kalau terhadap yang dihinakan telah dimulai penuntutan hukuman karna perbuatan yang dituduhkan padanya, maka penuntutan karena memfitnah dipertangguhkan dulu sampai perbuatan yang dituduhkan itu dapat ekputusan hakim yang tetap” ;
Rumusan Pasal 314 KUHPidana adalah sesuatu hal yang tepat guna untuk menciptakan adanya kepestian hukum sebab dengan memisahkan penanganan perkara “memfitnah” dengan “perbuatan yang dituduhkan” dapat menimbulkan keraguan atas kepastian hukum itu sendiri. Oleh karenanya dengan adanya rumusan Pasal 34 KUHPidana maka keraguan tersebut dapat diantisipasi.
Disisi lain ada kesulitan untuk memahaminya yaitu sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 313 KUHPidana yang menyebutkan bahwa “Tentang bukti sebagai yang dimaksud dalam Pasal 312 tidak diijinkan, jika perbuatan yang dituduhkan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan dan pengaduan tidak dilakukan“

4. PENGHINAAN RINGAN (EENVOUDIGE BELEDIGING) :
Penghinaan ringan (eenvoudige belediging) diatur dalam Pasal 315 KUHPidana, yaitu menyebutkan bahwa “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat menista atau menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum dengan lisan, atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-“.
Dari rumusan Pasal 315 KUHPidana tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut :
a) Penghinaan :
Pengertian “penghinaan” disini yang dimaksud adalah perbuatan dengan sengaja menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, bukan menista dan menista dengan surat sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 310 KUHPidana
b) Sengaja :
Unsur “sengaja” dikatagorikan sebagai unsur yang “subyektif” yaitu ditujukan pada “suatu perbuatan”, halmana “pelaku” mengetahui perbuatannya, “pelaku” menyadari bahwa pengucapan kata-katanya itu mengandung pelanggaran terhadap kehormatan atau nama baik orang lain.
c) Tidak bersifat menista atau menista dengan surat ;
d) Di muka umum :
Memahami unsur “di muka umum” hendaklah tidak dimaknai dalam arti yang sempit, melainkan harus dimaknai dalam arti yang luas, artinya tidak saja diartikan sebagai suatu tempat dimana setiap orang dapat hadir atau suatu tempat dimana setiap orang dapat melihat dari tempat umum tetapi juga suatu tempat dimana setiap orang dari tempat umum dapat mendengarnya, misalnya : pemancar radio, pemancar TV.
e) Dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan :
Artinya orang yang dihina itu harus berada di tempat itu dan melihat serta mendengarnya sendiri
f) Dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya:
Artinya surat itu harus dialamatkan (disampaikan) kepada yang dihina

5. MENGADU SECARA MEMFITNAH (LASTERLIJKE AANKLACHT) :
Mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht) diatur dalam Pasal 317 ayat (1) KUHPidana, yaitu menyebutkan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atas pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka dihukum karena mengadu dengan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”.
Dari rumusan Pasal 317 ayat (1) KUHPidana tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut :
a) Dengan sengaja :
Unsur “sengaja” dikatagorikan sebagai unsur yang “subyektif” yaitu ditujukan pada “suatu perbuatan”, halmana “pelaku” mengetahui perbuatannya, “pelaku” menyadari bahwa menyampaikan laporan/pengaduan tertulis palsu itu supaya diketahui oleh umum, mengandung pelanggaran terhadap kehormatan atau nama baik orang lain.
b) Menyampaikan laporan/pengaduan tertulis palsu :
Unsur “menyampaikan laporan/pengaduan tertulis palsu” dapat diartikan pula bahwa disampaikan dengan lisan yang kemudian ditulis oleh penerima laporan atau pengaduan
c) Disampaikan kepada penguasa :
Unsur “penguasa” yang dimaksud adalah tidak hanya polisi atau aparat kehakiman tetapi bisa juga diartikan pejabat negara
d) Tentang orang tertentu :
Unsur “orang tertentu” dapat diartikan bahwa laporan/pengaduan tersebut mengenai orang tertentu yaitu individu dalam makna yang mempunai nama atau yang merasa memiliki kehormatan dan nama baik sehingga tidak dapat diperlakukan terhadap badan hukum meskipun badan hukum dapat memiliki nama baik.
e) Isinya menyerang kehormatan/nama baik orang tersebut :
Unsur “isinya menyerang kehormatan/nama baik orang tersebut”, dapat diartikan bahwa ungkapan atau kata-kata pada laporan atau pengaduan tersebut dirasakan benar-benar menyerang kehormatan atau nama baik orang tertentu itu.

6. TUDUHAN SECARA MEMFITNAH (LASTERLIJKE VERDACHTMAKING) :
Tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking) diatur dalam Pasal 318 ayat (1) KUHPidana, yaitu menyebutkan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja dengan melakukan sesuatu perbuatan, menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, maka dihukum karena tuduhan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”
Dari rumusan Pasal 318 ayat (1) KUHPidana tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut :
a) Dengan sengaja :
Unsur “sengaja” dikatagorikan sebagai unsur yang “subyektif” yaitu ditujukan pada dilakukannya “suatu perbuatan”,
b) Melakukan suatu perbuatan :
c) Menyebabkan sangkaan palsu terhadap seseorang :
d) Seolah-olah orang tersebut telah melakukan tindak pidana :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda sangat bermanfaat untuk blog kami dan juga pengunjung blog ini

RECENT COMMENTS