Kami asumsikan bahwa kredit yang diberikan adalah kredit untuk personal dan bukannya berupa kredit untuk korporasi. Hubungan hukum yang berupa suatu perikatan pihak bank yang mengeluarkan kredit tanpa agunan (Bank) bermula sejak anda menandatangani aplikasi kredit tanpa agunan dan disetujui oleh Bank, dimana sering ditemukan ketentuan mengenai pernyataan atau persetujuan dari pemohon kredit untuk menerima dan mengikatkan diri untuk tunduk dan mematuhi semua syarat dan ketentuan baik yang berlaku saat ini dan/atau di kemudian hari menurut kebijaksanaan dari Bank, termasuk juga untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas semua tagihan.
Pada saat aplikasi anda disetujui oleh pihak Bank maka semua persetujuan mengenai hak, kewajiban serta syarat yang terdapat dalam aplikasi kredit tersebut secara sah telah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, yaitu anda dan Bank. Hal ini diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).
Pada dasarnya perjanjian kredit dapat kita bagi atas perjanjian kredit yang memiliki agunan dan perjanjian yang tidak/tanpa agunan. Persoalan agunan ini berkaitan dengan ketentuan pasal 1131 dan 1132 KUHPer. Kedua pasal ini membahas tentang piutang-piutang yang diistimewakan. Pasal 1131 mengatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Dan pasal 1132 mengatakan bahwa kebendaan teersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapaan penjualan benda-benda itu dibagi-bagikan menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para piutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Pihak bank biasanya dalam memberikan kredit akan menentukan terlebih dahulu apa yang menjadi jaminan atau agunan dari kredit yang dikeluarkan, misalnya dalam kredit pembelian kendaraan yang menjadi agunan biasanya adalah BPKB dari kendaraan tersebut. Buat pihak bank dengan ditentukan dari awal tentang apa yang menjadi jaminan terhadap kredit yang diberikan akan memudahkan bagi bank untuk melakukan eksekusi bila terjadi wanprestasi karena sudah tertentu apa yang menjadi agunannya.
Untuk Kredit tanpa agunan, karena pihak bank tidak menentukan dari awal apa yang menjadi agunannya, maka berdasarkan pasal 1131 dan 1132 KUHPer, harta kekayaan milik dari debitur seluruhnya menjadi jaminan terhadap jumlah utang yang harus dibayarkan oleh debitur.
Sehingga dasar dari Bank melakukan eksekusi apabila debitur wanprestasi adalah kedua pasal tersebut, pasal 1131 san 1132 KUHPer.
Dasar bagi Bank Penerbit untuk melakukan bila terjadi eksekusi tentunya adalah perjanjian yang dibuat pada awalnya suatu perikatan teradi, yaitu dimana permohonan aplikasi permohonan kredit yang anda ajukan disetujui oleh pihak Bank Penerbit. Bila anda wanprestasi berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut, misalnya adanya keterlambatan pembayaran dari pengguna fasilitas kredit.
Saya ingin menanyakan apakah harta kekayaan orang yang libatkan oleh debitur hanya sebagai saudara tidak serumah juga dapat dijadikan jaminan oleh Bank? contoh: dengan adanya pemblokiran rekening sepihak oleh Bank. apakah ada hukum yang tertulis terkait dengan penjelasan di atas? Mohon tanggapannya, karena apabila memang dapat dijadikan sebagai jaminan, pihak Bank harus transparansi apabila tidak orang lain yang tidak terlibat harus menanggung akibatnya yang notabene tidak ada pemberitahuan yang jelas sebelumnya. Pastinya apabila ada pemberitahuan sebelumnya,banyak orang yang tidak mau dilibatkan karena akan menjadi boomerang buat orang / pihak ketiga tersebut.
BalasHapus