Kamis, 05 April 2012

Mengangkat Atau Mengadopsi Anak ?

Apakah Anda dan pasangan sudah lama menikah namun belum juga dikaruniai keturunan? Atau Anda dan pasangan Anda sudah melakukan berbagai cara untuk mendapatkan anak, namun masih juga belum berhasil? Mungkin tidak ada salahnya Anda menempuh jalan mengangkat atau mengadopsi anak. Meskipun bukan anak yang lahir dari darah daging Anda sendiri, namun Anda tetap bisa merasakan kebahagiaan menjadi orangtua dengan mencintai anak adopsi (anak angkat) Anda dengan sepenuh hati, bukan?
Berikut cara dan hal yang perlu Anda ketahui jika Anda mau mengangkat atau mengadopsi anak
·           PIHAK YANG MENGAJUKAN ADOPSI
1.    Pasangan suami istri
Syarat mendapatkan izin : orang tua yang berstatus kawin, kurang lebih sudah menikah 5 tahun.
Berlaku bagi anak yang berada dalam asuhan organisasi sosial.
(ketentuan menurut Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak)
    1.    Orang tua tunggal
1.     Syarat yang boleh mengangkat anak / adopsi : orang-orang Tionghoa yang terikat perkawinan, dan seorang duda / janda (yang pernah terikat perkawinan).
Bagi Janda yang ditinggal mati suaminya dan terdapat wasiat dari suami yang tidak mengiinginkan untuk mengadopsi anak, maka janda tersebut tidak bisa melakukan adopsi anak.
Pengangkatan anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan harus dilakukan di depan Akte Notaris (memiliki kekuatan hokum).
(ketentuan menurut : Staatblaad 1917 No. 129)
2.     Orang tua kandung dan calon orang tua angkat dapat melakukan proses adposi secara private (internal). Seorang WNI yang tidak terikat dalam perkawinan sah /belum menikah (single parent adoption) juga dapat melakukan pengangkatan anak /adopsi anak (ketentuan menurut : Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983)

·            TATA CARA MELAKUKAN ADOPSI

·     Terlebih dahulu harus mengajukan permohonan pegesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri, secara lisan atau tertulis diajukan ke panitera.
Permohonan tersebut harus ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya (dibubuhi materai dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, sesuai daerah domisili anak yang akan diangkat/adopsi). (ketentuan menurut : Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak)

·            ISI PERMOHONAN
    1. Motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut.
    2. Penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.

Dalam setiap proses pemeriksaan, harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi calon orang tua angkat (baik moril maupun materil) dan memastikan bahwa calon orang tua angkat akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik.

·            YANG DILARANG DALAM PERMOHONAN
    1. Menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
    2. Pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.
Mengapa dilarang ?
Karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.
Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan Anda (calon orang tua angkat), maka Anda perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi.
Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan Anda dan kemungkinan masa depan anak tersebut.
Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya.

  • PENCATATAN DI KANTOR CATATAN SIPIL
Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.

  • AKIBAT HUKUM PENGANGKATAN ANAK

Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.
    1.     Akibat terhadap perwalian
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut.
Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
    1.    Akibat terhadap Waris
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.
1.     Hukum Adat :
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku.
Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya.
Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).
2.     Hukum Islam :
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991).
3.     Peraturan Per-Undang-undangan  :
Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
       Secara umum pengangkatan anak harus berlandaskan pada kesanggupan calon orang tua angkat untuk dapat memenuhi kebutuhan anak, baik jasmani dan rohani, tidak akan menelantarkan dan akan memperlakukan mereka sama baik dengan anak kandung.
·    Domestic Adoption (pengangkatan anak antar -WNI) dan private Adoption (secara langsung) memiliki persyaratan umum diantaranya, calon orang tua angkat harus sudah berumur minimal 30 dan maksimal 50 tahun, telah menikah sekurang-kurangnya 5 tahun, belum atau tidak mempunyai anak atau punya satu sampai dua, beragama sama dengan anak yang diangkat, mampu secara ekonomi dan lain-lain.
·         Sementara untuk calon anak angkat sendiri, prasyarat secara umum antara lain adalah; anak terlantar beumur kurang dari 5 tahun saat diajukan kepada dinas atau instansi sosial provinsi/kabupaten/kota; berada dalam asuhan organisasi sosial atau orang tua pengganti; serta jika masih ada orang tua harus hadir di depan Hakim Pengadilan Negeri, atau kalau sudah meninggal ada surat kematian.
·           Sedikit berbeda dengan prasyarat single parent, pengangkatannya harus mendapat izin dari menteri sosial. Sedangkan adopsi menurut hukum adat dilakukan oleh komunitas adat, disahkan tokoh adat, dan dicatatkan ke dinas sosial.
·           Intinya sesuai UU Perlindungan Anak, pengangkatan anak tidak boleh memutus hubungan darah dengan orang tua kandung. Jika pengangkatan terpaksa dilakukan oleh warga asing sedapat mungkin merupakan upaya terakhir untuk menyelamatkan kehidupan si anak kelak. Sementara sanksi hukum terhadap pelanggaran ini adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100 juta.
  
Referensi : www.lbh-apik.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda sangat bermanfaat untuk blog kami dan juga pengunjung blog ini

RECENT COMMENTS