Di dalam sebuah hubungan kerja antara Pengusaha dengan Pekerja, keduanya mempunyai kedudukan yang sama, yang mana keduanya mempunyai hak dan kewajiban yang diatur di dalamUU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (“UUK”). Hak dan kewajiban Pengusaha dan Pekerja juga diatur di
undang-undang lainnya yang terkait dengan ketenagakerjaan, serta di
dalam peraturan pelaksanaan UUK, yaitu Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, dan sebagainya.
Selain hak-hak pekerja
diatur di dalam peraturan perundang-undangan, juga lazimnya diatur di
dalam Peraturan Perusahaan (“PP”), Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”),
atau di dalam Perjanjian Kerja (“PK”).
Di dalam menjalankan hak
dan kewajibannya, baik pengusaha dan pekerja terikat pada
ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan maupun peraturan
lainnya (PP, PKB, dan PK). Dengan pengertian, baik pengusaha maupun
pekerja tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang dalam menjalankan
hak dan kewajibannya tersebut. Terlebih, di dalam menjalankan hak dan
kewajibannya tersebut, baik pekerja maupun pengusaha dilarang melakukan
tindakan berupa paksaan, intimidasi, maupun diskriminasi.
Dalam
kaitannya dengan pertanyaan di atas, di mana Bapak/Ibu berkedudukan
sebagai Pekerja, maka di dalam menjalankan hubungan kerja, Pekerja berhak diperlakukan sama, adil dan layak serta tanpa ada diskriminasi dari pengusaha, sebagaimana diatur dan diamanatkan oleh ketentuan Pasal 6 UUK, yang menyebutkan: “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha”.
Selain diatur di dalam UUK, hak pekerja untuk diperlakukan sama tanpa diskrimininasi juga diatur di dalam Pasal 28 D ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 38 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang masing-masing menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 28 D ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945:
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
Pasal 38 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 :
Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.
Dengan demikian, maka hak
untuk diperlakukan sama tanpa diskriminasi merupakan hak asasi yang
dilindungi konstitusi dan undang-undang sehingga setiap orang wajib
menghormati dan melaksanakannya, dimana tindakan yang bertentangan
dengan hak tersebut merupakan tindakan melanggar HAM.
Berkaitan dengan
pertanyaan Bapak di atas, yang mengatakan bahwa pimpinan Bapak tidak
percaya surat keterangan dokter yang menyatakan Bapak sakit dan pimpinan
tersebut mewajibkan Bapak tetap bekerja meskipun Bapak dalam keadaan
sakit, maka berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, tindakan tersebut
merupakan tindakan sewenang-wenang yang patut disangka sebagai perbuatan
pelanggaran hak asasi manusia. Hal tersebut sejauh Bapak memang
benar-benar sakit dan Surat Keterangan Dokter adalah benar adanya dibuat
oleh seorang Dokter yang memeriksa Bapak. Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam Penjelasan Pasal 93 ayat huruf (a) UUK, yang menyatakan bahwa apabila pekerja sakit maka dibuktikan sakitnya tersebut dengan Surat Keterangan Dokter.
Penjelasan Pasal 93 ayat (2) huruf (a) UUK :
Yang dimaksud pekerja/buruh sakit adalah sakit menurut keterangan dokter.
Oleh karenanya,
berdasarkan ketentuan tersebut di atas dihubungkan dengan ketentuan
Pasal 93 ayat (1) dan (2) huruf (a) UUK, maka Bapak/Ibu sebagai pekerja
mempunyai hak tidak masuk kerja karena sakit dengan tetap mendapatkan
upah, serta tidak dikualifikasikan sebagai tindakan mangkir kerja,
apabila pekerja benar sakit dan sakitnya tersebut dapat dibuktikan
dengan memberikan atau memperlihatkan Surat Keterangan Dokter yang
menyatakan Bapak sakit kepada Pengusaha, dalam hal ini pimpinan
Bapak/Ibu. Namun demikian, Bapak/Ibu juga harus melihat dan
memperhatikan syarat-syarat kerja yang diatur baik di dalam Peraturan
Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku di perusahaan
Bapak. Atau apabila tidak ada atau tidak diatur di dalam PP dan PKB, Bapak dapat melihat di dalam PK yang
dibuat dan ditandatangani oleh Bapak dengan pihak Perusahaan. Jika
ketiga-tiganya tidak ada atau tidak diatur, maka merujuk kepada
ketentuan UUK sebagaimana telah kami uraikan di atas.
Upaya
yang Bapak bisa lakukan terkait dengan permasalahan ini adalah dengan
melaporkan perihal permasalahan ketenagakerjaan tersebut kepada Pengawas
Ketenagakerjaan yang ada di wilayah tempat kerja Bapak, di tingkat
Provinsi, atau juga dapat ke Dirjen Pengawasan Tenaga Kerja yang ada di
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Berdasarkan pengalaman
kami, sanksi yang biasa diberikan adalah sanksi administratif dalam
bentuk teguran, peringatan, dan sebagainya.
Oleh
karena hal ini ada kaitannya dengan dugaan pelanggaran hak asasi
manusia, maka Bapak juga bisa datang dan melaporkan/mengadukan
permasalahan ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM)
RI, yang mana
berdasarkan pengalaman kami, pelaporan dari pekerja tersebut akan
ditindaklanjuti dalam bentuk pemanggilan atau surat tertulis.
Demikian, semoga artikel ini bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat bermanfaat untuk blog kami dan juga pengunjung blog ini