Pertanyaan :
Saya baru membuka usaha
kecil seperti toko kelontong dengan penghasilan per hari Rp50.000. Tempat usaha tersebut saya kontrak
dari pemilik tanah. Pertanyaan saya adalah :
1. Apakah saya harus
melaporkan/mendaftarkan tempat usaha saya itu?
2. Bagaimana dengan
perizinan untuk pembuatan akta usahanya? Apakah saya perlu untuk meminta
bukti IMB dari si pemilik tanah tadi?
Jawaban :
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kami mengambil asumsi bahwa bentuk
usaha yang dilakukan adalah bentuk usaha perusahaan perorangan ("Perusahaan Perorangan").
1. Sebelum melakukan pendaftaran tempat usaha, hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian
yang dilakukan oleh pemilik tanah dan Anda, baik berupa perjanjian
tertulis maupun perjanjian lisan harus diperhatikan bahwa objek dari
perjanjian tersebut digunakan sebagai kegiatan usaha. Berdasarkan Pasal 1554 jo Pasal 1560 KUH Perdata,
Anda sebagai penyewa wajib untuk menggunakan objek sewa sebagaimana
tujuan sewa yang diberikan oleh si pemberi sewa dan tidak diperkenankan
untuk mengubah wujud maupun tataan objek yang disewa. Apabila Anda
sebagai penyewa tidak menggunakan objek sewa sesuai dengan perjanjian
sewa hingga menerbitkan suatu kerugian kepada pihak pemberi sewa, maka
pemberi sewa dapat meminta pembatalan perjanjian sewa kepada Anda.
b. Izin Mendirikan Bangunan ("IMB")
Sebagai bahan perbandingan, apabila bangunan berada di Provinsi Jakarta, maka berdasarkan Pasal 2 Kepgub 76/2000,
setiap kegiatan yang akan membangun bangunan/bangunan-bangunan wajib
memiliki IMB. Permohonan IMB ini dapat diajukan secara tertulis kepada
Gubernur melalui Suku Dinas untuk :
a. Bangunan Rumah Tinggal;
b. Bangunan Bukan Rumah Tinggal;
c. Bangunan-Bangunan.
Perlu
diperhatikan apakah IMB yang dimiliki oleh pemilik tanah dapat
digunakan sebagai tempat usaha atau hanya izin untuk membangun rumah
tinggal.
Apabila
perjanjian sewa dan IMB yang ada sudah sesuai dengan peruntukan
kegiatan usaha, maka Anda dapat melaporkan tempat usaha yang Anda miliki
lakukan kepada Pihak Kelurahan setempat.
2. Perizinan Kegiatan Usaha
Dengan asumsi bahwa bentuk usaha yang dilakukan adalah Perusahaan Perorangan, maka berdasarkan Pasal 1624 KUHPer,
persekutuan berlaku sejak adanya perjanjian, jika dalam perjanjian ini
tidak disyaratkan syarat lain. Adapun perjanjian yang dimaksud di sini
dapat berupa perjanjian tertulis maupun perjanjian secara lisan.
Sehingga, untuk Perusahaan Peorangan tidak diperlukan adanya akta
perusahaan.
Lebih lanjut terkait perizinan kegiatan usaha, dapat dilengkapi dokumen sebagai berikut :
1. Tanda Daftar Perusahaan ("TDP")
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 3/1982 yang dimaksud
dengan Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan
menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan atau
peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib
didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang
berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan
Adapun yang dimaksud dengan Perusahaan
adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus-menerus dan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba;
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Permendag 36/2007, diatur bahwa setiap Perusahaan yang berbentuk :
a. Perseroan Terbatas;
b. Koperasi;
c. Persekutuan Komanditer (CV);
d. Firma (Fa);
e. Perorangan;
f. Bentuk Lainnya; dan
g. Perusahaan
Asing dengan status Kantor Pusat, Kantor Tunggal, Kantor Cabang, Kantor
Pembantu, Anak Perusahaan, dan Perwakilan Perusahaan yang berkedudukan
dan menjalankan usahanya di wilyah Republik Indonesia
Sebagai asumsi apabila bentuk perusahaan yang ingin dibentuk adalah salah satu dari bentuk usaha yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permendag 37/07,
maka daftar perusahaan wajib untuk dilaksanakan. Apabila bentuk
perusahaan yang akan dibentuk adalah perusahaan kecil, maka berdasarkan Pasal 6 UU 3/1982 jo Pasal 4 Permendag 36/2007
terdapat pengecualian kewajiban untuk mendaftarkan daftar perusahaan
bagi perusahaan kecil, namun apabila perusahaan kecil tetap dapat
memperoleh TDP untuk kepentingan tertentu, apabila perusahaan kecil
tersebut menghendaki.
Lebih lanjut yang dimaksud dengan perusahanan kecil adalah:
1. Perusahaan
yang dijalankan perusahaan yang diurus, dijalankan, atau dikelola oleh
pribadi, pemiliknya sendiri, atau yang mempekerjakan hanya anggota
keluarganya sendiri;
2. Perusahaan
yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha atau surat keterangan yang
dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang;
atau
3. Perusahaan yang benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi keperluan nafkah sehari-hari pemiliknya.
Apabila perusahaan yang akan dibentuk merupakan perusahaan kecil
pada dasarnya tidak diwajibkan untuk melakukan pendaftaran perusahaan,
namun apabila dihendaki untuk kepentingan tertentu, tetap dapat
mengajukan permohonan pendaftaran perusahaan tersebut.
2. Surat Izin Usaha Perdagangan ("SIUP")
Setiap Perusahaan yang melakukan usaha perdangangan wajib untuk memilki SIUP. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf c Permendag 46/2009, terdapat pengecualian kewajiban memiliki SIUP terhadap Perusahaan Perdagangan Mikro dengan kriteria:
a. Usaha Perseorangan atau persekutuan;
b. Kegiatan usaha diurus, dijalankan, atau dikelola oleh pemiliknya atau anggota keluarga terdekat; dan
c. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan.
Namun, Perusahaan Perdagangan Mikro tetap dapat memperoleh SIUP apabila dikehendaki oleh Perusahaan tersebut.
Permohonan SIUP ini diajukan kepada Pejabat Penerbit SIUP dengan
melampirkan surat permohonan yang ditandatangani oleh Pemilik/Pengurus
Perusahaan di atas materai yang cukup serta dokumen-dokumen yang
disyaratkan dalam Lampiran II Permendag 36/2007.
3. Nomor Pokok Wajib Pajak ("NPWP")
Memiliki NPWP atas nama pemilik/ penanggung jawab perusahaan.
4. Izin Gangguan
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Permendagri 27/2009, yang
dimaksud dengan Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat
usaha/kegiatan kepada orang pribadi/badan di lokasi tertentu yang dapat
menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk
tempat/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Pasal 5 Permendagri 27/2009 dokumen persyaratan Izin Gangguan yaitu sebagai berikut :
a. Formulir Permohonan, yang sedikitnya memuat :
(i) Nama Penanggung Jawab Usaha/Kegiatan;
(ii) Nama Perusahaan;
(iii) Alamat Perusahaan;
(iv) Bidang usaha/kegiatan;
(v) Lokasi Kegiatan;
(vi) Nomor Telepon perusahaan;
(vii) Wakil Perusahaan yang dapat dihubungi;
(viii) Ketersediaan sarana dan prasarana teknis yang diperlukan dalam menjalankan usaha;
(ix) Pernyataan pemohon izin tentang kesanggupan memenuhi ketentuan perundang-undangan
b. Foto copy KTP Pemohon;
c. Foto copy Surat Izin Lokasi/Domisili;
d. Foto copy NPWP;
e. Apabila pemohon adalah pemilik tempat usaha, maka dokumen yang wajib dilampirkan adalah:
(i) Foto copy Akta Perusahaan (apabila merupakan badan usaha atau badan hukum);
(ii) Foto copy PBB terakhir
(iii) Foto copy Surat Kepemilikan tanah;
(iv) Foto copy IMB/IPB/KRK.
f. Apabila pemohon adalah penyewa tempat
usaha, maka dokumen yang diwajibkan adalah surat perjanjian sewa dengan
pemilik tempat usaha.
g. Surat Persetujuan Tetangga yang diketahui RT/RW setempat.
Izin Gangguan ini diberikan oleh Bupati/Walikota, khusus untuk
DKI Jakarta pemberian izin gangguan merupakan kewenangan Gubernur.
Ketentuan mengenai besarnya retribusi Izin Gangguan yang diterapkan di Provinsi DKI Jakarta diatur berdasarkan Pasal 13 (a) Perda 1/2006.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23) ("KUHPer");
2. Undang-Undang Gangguan (Hinderordonanntie) S.1926-226;
3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 46/M-Dag/Per/9/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 36/M-Dag/Per/9/2007 Tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan ("Permendag 46/2009");
4. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 36/M-Dag/Per/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan ("Permendag 36/2007");
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Daerah ("Permendagri 27/2009");
6. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 tahun 2006 tentang Retribusi Daerah ("Perda 1/2006").
7. Keputusan
Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 76 tahun 2000
tentang Tata Cara Memperoleh Izin Mendirikan Bangunan, Izin Penggunaan
Bangunan dan Kelayakan Menggunakan Bangunan di Daerah Khusus Ibukota
Jakarta ("KepGub 76/2000")
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat bermanfaat untuk blog kami dan juga pengunjung blog ini