Saya membeli sebuah mobil dengan cara mencicil pembayarannya menggunakan
suatu perusahaan pembiayaan. Setelah berjalan 5 (lima) bulan ternyata
mobil tersebut hilang dan kehilangan tersebut sudah saya laporkan ke
kantor polisi. Tetapi sampai dengan saat ini kurang lebih 6 (enam) bulan
mobil tersebut belum dapat ditemukan. Ketika saya membaca dalam
perjanjian pembiayaan tersebut disebutkan bahwa apabila debitur
wanprestasi maka mobil sebagai jaminan tersebut dapat ditarik oleh
kreditur. Karena mobil tersebut sebagai jaminannya itu telah hilang,
maka tidak ada jaminan yang bisa diambil oleh kreditur dan tidak
disebutkan dalam perjanjian itu untuk membayar ganti rugi apabila
debitur melakukan wanprestasi. Apakah dalam kasus ini dapat dijerat
dengan pidana? Karena melihat dari kasus ini adalah kasus perdata.
Jawaban :
Sebelum menjawab pertanyaan Anda,
ada baiknya saya menjelaskan terlebih dahulu mengenai perjanjian menurut
undang-undang. Berkaitan dengan perjanjian, hal ini diatur dalam Kitab Undang-UndangHukum Perdata (“KUH Perdata”). Suatu perjanjian harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-UndangHukum Perdata, yang menyatakan bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi oleh 4 (empat) syarat yaitu :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang
membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang
berlaku, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Jadi dalam hal
ini dapat dikatakan perjanjian merupakan “undang-undang”
bagi setiap pihak yang mengikatkan dirinya kepada perjanjian tersebut.
Perlu diketahui juga bahwa perjanjian bersifat memaksa. Kata “memaksa”
di sini berarti setiap orang yang mengikatkan dirinya pada suatu
perjanjian wajib menjalankan seluruh isi perjanjian.
Mengenai perikatan, yaitu suatu hubungan hukum antara pihak yang satu
dengan pihak yang lain, memberi hak pada yang satu untuk menuntut
sesuatu barang dari pihak yang lain, sedangkan pihak yang satunya
diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan
pihak yang berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi
tuntutan dinamakan pihak yang berutang atau debitur. Adapun barang
sesuatu yang dapat dituntut itu dinamakan “prestasi”, yang menurut Pasal 1234 KUH Perdata dapat berupa :
1. Menyerahkan suatu barang;
2. Melakukan suatu perbuatan;
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.
2. Melakukan suatu perbuatan;
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.
Mengenai sumber-sumber suatu perikatan bahwa perikatan dapat lahir dari
suatu perjanjian atau dari undang-undang. Berarti sudah jelas di sini
bahwa telah terjadi perikatan antara Anda dan pihak yang menjual mobil.
Anda katakan di atas bahwa setelah berjalan 5 (lima) bulan Anda mencicil
mobil ternyata mobil tersebut hilang.
Jadi sebenarnya menurut undang-undang, perikatan antara Anda dan pihak
penjual mobil telah hapus karena mobil yang Anda beli telah hilang di
luar kesalahan Anda. Lebih jelas lagi, Pasal 1381 KUH Perdata yang mengatur tentang hapusnya perikatan, mengatur bahwa:
“Perikatan hapus karena pembayaran; karena penawaran pembayaran
tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaharuan
hutang; karena perjumpaan utang atau kompensasi; karena percampuran
utang; karena pembebasan utang; karena musnahnya barang yang terhutang;
karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya suatu syarat
pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini; dank arena lewat waktu,
yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.”
Mengenai, musnahnya barang yang terutang menurut Pasal 1444 KUH Perdata, yaitu:
“Jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak
dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali
apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan
sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan meskipun debitur lalai
menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak ditanggung terhadap
kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus jika barang
itu akan musnah juga dengan cara yang sama ditangan kreditur, seandainya
barang tersebut sudah diserahkan kepadanya. Debitur diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga yang dikemukakannya.
Dengan cara bagaimanapun suatu barang hilang atau musnah, orang yang
mengambil barang itu sekali-kali tidak bebas dan kewajiban untuk
mengganti harga.”
Terkait dengan permasalahan yang anda hadapi ini, jika berkaca pada
ketentuan hukum yang berlaku dalam KUH Perdata, jika terjadi kehilangan
terhadap barang yang terutang yang dilakukan dengan tidak sengaja oleh
debitur, maka debitur tidak diwajibkan untuk menyelesaikan pembayaran
terhadap cicilan barang tersebut.
Namun, jika dilihat dari segi keadilan akan sangat merugikan pihak
Kreditur karena ia tidak akan mendapatkan apa-apa dari hilangnya barang
tersebut, sehingga saat ini telah berkembang pemikiran untuk
mengasuransikan risiko kerugian melalui perusahaan Asuransi. Perusahaan
Asuransi yang nantinya akan melakukan penanggungan risiko atas
kejadian-kejadian yang diperjanjikan untuk ditanggung.
Sehingga tidak heran kalau kita disodorkan untuk membayar biaya asuransi
oleh pihak Kreditur ketika pertama kali mengambil kredit kendaraan.
Dengan hal ini, maka jika terjadi kehilangan suatu hari (asalkan
diperjanjikan dalam perjanjian asuransinya), maka Pihak Asuransi akan
membayarkan kepada Kreditur sejumlah biaya yang ditanggung, dan Kreditur
nantinya bahkan mungkin bisa menggantikan kendaraan yang diambil
debitur dengan kendaraan baru.
Dalam hal ini, Anda telah melakukan tindakan yang benar karena telah
melaporkan kehilangkan mobil tersebut ke polisi. Bukti laporan polisi
tersebut dapat Anda berikan kepada kreditur (pihak yang menjual mobil)
sebagai bukti bahwa mobil yang Anda cicil telah hilang bukan karena
kesalahan yang dilakukan oleh Anda melainkan dicuri oleh orang lain.
Di dalam undang-undang pun diwajibkan debitur membuktikan kejadian tak
terduga yang dialami oleh debitur kepada kreditur. Kasus ini tidak dapat
dibawa ke ranah hukum pidana karena dalam kasus ini murni mengenai
perikatan, perjanjian dan musnahnya barang yang terhutang berarti masuk
dalam ranah hukum perdata. Tetapi, dapat saya tambahkan bahwa untuk
masalah kehilangan mobil tersebut biarkan pihak kepolisian yang akan
melanjutkan proses penyidikan atas dasar laporan polisi yang pernah Anda
buat.
Demikian jawaban dari saya kiranya dapat dipahami. Semoga dengan
informasi yang telah disampaikan di atas Anda dapat mengambil keputusan
dengan bijak.
Sumber : Kasih Karunia Hutabarat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat bermanfaat untuk blog kami dan juga pengunjung blog ini