Di dalam sistem hukum pidana Indonesia,
kita mengenal istilah Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas). Dengan kata lain, Rutan adalah bagian dari Lembaga Tahanan/Lembaga
Penahanan.
Secara umum, Rutan dan Lapas adalah
dua lembaga yang memiliki fungsi berbeda.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan
antara Rutan dengan Lapas :
Rutan
|
Lapas
|
Tempat tersangka/terdakwa ditahan
sementara sebelum keluarnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
guna menghindari tersangka/ terdakwa tersebut melarikan diri atau mengulangi
perbuatannya.
|
Tempat untuk melaksanakan
pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
|
Yang menghuni Rutan adalah
tersangka atau terdakwa
|
Yang menghuni Lapas adalah
narapidana/terpidana
|
Waktu/lamanya penahanan adalah
selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
|
Waktu/lamanya pembinaan adalah
selama proses hukuman/menjalani sanksi pidana
|
Tahanan ditahan di Rutan selama
proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung
|
Narapidana dibina di Lapas setelah
dijatuhi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap
|
Walaupun secara prinsip berbeda namun Rutan
dan Lapas memiliki beberapa persamaan. Kesamaan antara Rutan dengan Lapas di
antaranya, baik Rutan maupun Lapas merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
(lihat pasal 2 ayat [1] PP No. 58 Tahun 1999). Selain itu, penempatan penghuni
Rutan maupun Lapas sama-sama berdasarkan penggolongan umur, jenis kelamin, dan
jenis tindak pidana/kejahatan (lihat pasal 12 UU No. 12 Tahun 1995 dan pasal 7
PP No. 58 Tahun 1999).
Sebagai tambahan, berdasarkan pasal
38 ayat (1) jo. Penjelasan PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP,
Menteri dapat menetapkan Lapas tertentu sebagai Rutan. Kemudian, dengan adanya
Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang
Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara, Lapas
dapat beralih fungsi menjadi Rutan, dan begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan pasal 18 ayat (1) PP No.
27 Tahun 1983, di tiap kabupaten atau kotamadya dibentuk Rutan. Namun kondisi
yang terjadi di Indonesia adalah tidak semua kabupaten dan kotamadya di
Indonesia memiliki rutan dan Lapas, sehingga Rutan difungsikan pula untuk
menampung narapidana seperti halnya Lapas. Hal ini juga mengingat kondisi
banyak Lapas yang ada di Indonesia, berdasarkan informasi dari berbagai sumber,
telah melebihi kapasitas, karenanya terdakwa yang telah menjalani hukuman di
Rutan, yang seharusnya pindah dari Rutan untuk menjalani hukuman ke Lapas,
banyak yang tetap berada di dalam Rutan hingga masa hukuman mereka selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat bermanfaat untuk blog kami dan juga pengunjung blog ini