Sahabat LIBHRA, topik hukum kita
kali ini adalah tentang PENANGKAPAN yang secara garis besarnya adalah pengurangan
kebebasan dan hak asasi seseorang yang berpijak dan berlandaskan pada hukum.
Wewenang pengurangan kebebasan dan hak asasi itu harus dihubungkan dengan
landasan prinsip hukum yang menjamin terpeliharanya harkat dan martabat
kemanusiaan seseorang serta tetap berpedoman pada landasan orientasi
keseimbangan antara perlindungan kepentingan tersangka pada suatu pihak dan
kepentingan masyarakat serta penegakkan ketertiban hukum pada pihak lain.
Baik sahabat LIBHRA, agar tidak
terlalu panjang basa basinya kita mulai saja pembahasan ini dari ladasan yuidis
istilah “PENANGKAPAN ”.
Pada Pasal 1 butir 20 dijelaskan,
“Penangkapan adalah suatu tindakan Penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini”.
Dari pasal tersebut, pengertian “PENANGKAPAN”
tiada lain daripada “pengekangan sementara waktu ”kebebasan tersangka/terdakwa",
guna kepentingan penyidikan atau penuntutan. Akan tetapi harus dilakukan
menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana). Untuk itu KUHAP dalam Bab V Bagian Kesatu, Pasal 16 sampai dengan
Pasal !9 telah mengatur ketentuan tata cara tindakan “penangkapan”.
Alasan PENANGKAPAN
Di dalam Pasal 17 KUHAP
disebutkan tentang alasan “penangkapan” yaitu :
1. Seorang tersangka diduga keras melakukan tindak
pidana ;
2. Dan dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti
permulaan yang cukup.
Yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup”
menurut penjelasan Pasal 17 KUHAP yaitu bukti permulaan “untuk menduga” adanya
tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Selanjutnya penjelasan
Pasal 17 KUHAP menyatakan : “Pasal ini menunjukkan bahwa perintah Penangkapan
tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka
yang betul-betul melakukan tindak pidana”.
Kita percaya, jika Pasal 17 ini dijadikan landasan oleh
penyidik dengan sungguh-sungguh, maka dapat diharapkan suasana penegakan hukum yang
lebih obyektif. Tangan-tangan penyidik tidak lagi seringan itu saat melakukan
penangkapan. Sebab jika ditelaah pengertian bukti permulaan yang cukup,
pengertiannya hamper serupa dengan apa yang dirumuskan dalam Pasal 183, yakni
harus berdasarkan prinsip “batas minimal pembuktian” yang terdiri
sekurang-kurangnya dua alat bukti, bisa terdiri dari dua orang saksi atau satu
saksi ditambah alat bukti lain. Dengan pembahasan yang lebih ketat daripada
yang dulu diatur dalam HIR, suasana penyidikan tidak lagi main tangkap dulu,
baru nanti dipikirkan pembuktian. Metode kerja Penyidik menurut KUHAP harus
dibalik, lakukan penyelidikan yang cermat dengan tehnik dan taktis investigasi
yang mampu mengumpulkan bukti. Setelah cukup bukti, baru dilakukan pemeriksaan
penyidikan atau penangkapan dan
penahanan.
Syarat lain untuk melakukan penangkapan adalah harus
didasarkan untuk kepentingan “penyelidikan” atau “penyidikan” sebagimana diatur
dalam Pasal 16 KUHAP. Oleh Karena itu “penangkapan” juga dimaksudkan untuk
kepentingan “penyelidikan”, mesti tetap ditegakkan prinsip : harus ada dugaan
keras terhadap tersangka sebagai pelaku tindak pidananya, serta harus didahului
dengan adanya bukti permulaan yang cukup. Juga penting untuk diingat, supaya alasan
untuk kepentingan penyelidikan dan kepentingan penyidikan jangan diselewengkan
untuk maksud lain di luar kepentingan penyelidikan dan penyidikan.
Demikian tulisan LIBHRA soal PENANGKAPAN , mudah-mudahan memberi manfaat bagi para sahabat LIBHRA semua. LIBHRA tunggu komentar-komentar positif para sahabat.
Terima kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat bermanfaat untuk blog kami dan juga pengunjung blog ini