Apa kabar sahabat LIBHRA !
Masih segar diingatan kita soal
pembahasan RUU Advokat yang digulirkan oleh Panja RUU Advokat DPR RI. Seperti
yang sahabat LIBHRA ketahui, pembahasan tentang RUU Advokat tersebut sudah
belangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 2009 hingga tahun 2014. Bahkan, untuk
penggodokan RUU Advokat tersebut kabarnya sudah memakan biaya hingga belasan
miliar. Fantastic bukan ? Omong-omong duit sebegitu banyaknya itu diambil dari
pajak-pajak yang kita bayarkan kepada negara setiap detik, setiap menit, setiap
jam, setiap hari, setiap minggu, setiap bulan atau setiap tahun loh. Alasannya
sungguh sangat klasik yaitu bahwa RUU ini nantinya akan menggantikan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang sudah “ tidak sesuai dengan kebutuhan hukum
masyarakat “.
Sahabat LIBHRA , LIBHRA tidak tertarik dengan Pro-Kontra soal RUU Advokat tersebut namun apa substansi dan siapa dalang dibalik kemelut RUU Advokat tersebut ? Benarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2003 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum masyarakat ?
Pasal-pasal yang menjadi perdebatan antara lain yaitu Pasal mengenai Keberadaan Dewan Advokat Nasional dan Pasal mengenai Struktur Organisasi Advokat.
Sahabat LIBHRA , LIBHRA tidak tertarik dengan Pro-Kontra soal RUU Advokat tersebut namun apa substansi dan siapa dalang dibalik kemelut RUU Advokat tersebut ? Benarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2003 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum masyarakat ?
Pasal-pasal yang menjadi perdebatan antara lain yaitu Pasal mengenai Keberadaan Dewan Advokat Nasional dan Pasal mengenai Struktur Organisasi Advokat.
Dalam RUU tersebut dinyatakan
bahwa Dewan Advokat Nasional berada dibawah Pemerintah dan dibiayai oleh APBN. RUU
tersebut dinilai tak mengakomodir kepentingan pengacara dan justru malah akan
melemahkan advokat secara kelembagaan. Pasal yang akan diundangkan tersebut
juga berpotensi melahirkan intervensi pemerintah akan profesi advokat yang
seharusnya independen. Pemerintah bahkan berpotensi mengendalikan advokat dalam proses
penegakan hukum. Aparat negara yang terlibat perkara bisa terbebas dari kursi
pesakitan dan sebaliknya justru advokat yang tengah menangani kasus tersebut
bisa-bisa malah dikenakan sanksi kode etik. Hal ini akan membuat Advokat
tidak independen dan otomatis akan berdampak merugikan kepentingan masyarakat
pada umumnya.
Berikutnya adalah pasal yang menyebutkan bahwa advokat bukan lagi aparat penegak hukum, melainkan mitra penegak hukum. Artinya bahwa jika advokat sebagai mitra berarti kedudukan advokat tidak lagi sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam proses penegakan hukum. Hal ini akan berdampak pada tidak maksimalnya seorang advokat dalam melakukan pendampingan kepada masyarakat saat menangani sebuah kasus.
Selain itu rancangan pasal yang cukup krusial yakni tentang sistem multi bar, yakni diakuinya organisasi advokad lebih dari satu. Jika selama ini organisasi advokat hanya ada Peradi saja, maka dengan sistem multi bar tersebut nantinya akan muncul banyak organisasi pengacara. Sehingga dengan bermunculan banyaknya organisasi advokat maka organisasi-organisasi advokat tersebut nantinya akan bisa mendirikan sekolah advokat sendiri sekaligus melantik para advokat. Dengan sistem seperti itu jelas akan melahirkan advokat yang tak berkualitas.
Berikutnya adalah pasal yang menyebutkan bahwa advokat bukan lagi aparat penegak hukum, melainkan mitra penegak hukum. Artinya bahwa jika advokat sebagai mitra berarti kedudukan advokat tidak lagi sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam proses penegakan hukum. Hal ini akan berdampak pada tidak maksimalnya seorang advokat dalam melakukan pendampingan kepada masyarakat saat menangani sebuah kasus.
Selain itu rancangan pasal yang cukup krusial yakni tentang sistem multi bar, yakni diakuinya organisasi advokad lebih dari satu. Jika selama ini organisasi advokat hanya ada Peradi saja, maka dengan sistem multi bar tersebut nantinya akan muncul banyak organisasi pengacara. Sehingga dengan bermunculan banyaknya organisasi advokat maka organisasi-organisasi advokat tersebut nantinya akan bisa mendirikan sekolah advokat sendiri sekaligus melantik para advokat. Dengan sistem seperti itu jelas akan melahirkan advokat yang tak berkualitas.
Bravo PERADI !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat bermanfaat untuk blog kami dan juga pengunjung blog ini